Open Minded, Jalan Meraih Hidayah Islam



Hidup di tengah kultur Barat dan keluarga non Muslim tentunya menjadi faktor utama bagi seseorang tak mengenal Islam. Apalagi, pemberitaan media mainstream Barat seringnya memotret stereotype negatif tentang Islam dan kehidupan Muslim di Australia. Lalu, bagaimanakah mereka yang sejatinya hidup di 'Barat' bisa mengenal dan bahkan berpindah agama meraih hidayah Islam? Menjadi open minded lah salah satu cara menjemput hidayah Islam tersebut. Untuk itu, mari kita simak penuturan sister Chantelle berikut.

Meraih Hidayah Islam di Negeri Non Muslim



“Once I started my research, I was overwhelmed
with a sense that Islam was the truth.”
-Sister Chantelle-

Pertemuan ku pertama kali dengan saudari ku ini terjadi saat aku diundang oleh seorang kawan dalam acara revert circle di sebuah masjid di daerah Auburn. Di forum itulah aku menjumpai teman-teman mualaf lain. Tepat sekitar dua minggu sebelum Natal, saat itu sister Chantelle menjadi pemateri tentang ‘Jesus in relation to Christmas’. Berdasarkan data-data dan sumber yang telah ia teliti serta pengalaman hidup sebagai penganut Kristen, ia memaparkan fakta sejarah dan memotret realitas esensi Natal di era ini. Implikasi dari kajian tersebut, sister Chantelle mengajak audience khususnya para mualaf untuk menjaga akidah dan tetap menjaga hubungan baik dengan orang tua yang mayoritas masih non Muslim. 

Usai acara, aku mengutarakan niatku untuk diperkenankan menulis perjalanannya menuju Islam. Beginilah kisahnya.

Bagaimana Anda mengenal Islam pertama kali?

Ketika kecil, aku memiliki tetangga, mereka adalah pasangan kakek dan nenek yang sangat penyayang. Mereka berdua Muslim dan hanya berbicara sedikit bahasa Inggris. Namun demikian, pasangan itu suka berbagi dan baik hati. Aku selalu ingat ketika kakek memberiku sayuran dari kebunnya untuk diberikan pada ibuku, dan aku juga ingat sering mendengar musik yang sangat menenangkan setiap harinya. Kini aku menyadarinya bahwa itu sepertinya suara adzan dan al-Qur’an.

Selain tetanggaku, aku tak pernah mengenal Muslim lain. Aku pun tumbuh dewasa mempercayai apa yang diberitakan media.

Ketika aku berusia 18 tahun, ada seorang perempuan yang sering datang ke kantor ku menyebutkan bahwa ia sedang berpuasa dan menjelaskan alasan mengapa ia melakukan itu.  Hal ini menarik perhatian ku, aku penasaran. Lalu, aku memutuskan suatu hari untuk berpuasa agar bisa merasakannya secara langsung. Keesokan harinya aku bertemu dengannya dan aku katakana bahwa aku kemarin berpuasa. Dan alhamdulillah, melihat kesempatan itu, perempuan tersebut memberiku sedikit dakwah. Dia tahu aku penganut Kristen, ia pun menjelaskan bahwa Islam mengajarkan untuk mempercayai Nabi-nabi yang sama dengan Kristen, mulai dari Adam dan buah terlarang, Nuh dan kapalnya, Musa dan lautnya, serta Nabi Isa dan kelahirannya yang ajaib. Namun demikian, Muslim tidak membenarkan bahwa Isa meninggal dengan cara disalib untuk menebus dosa manusia, akan tetapi Muslim percaya bahwa setiap manusia akan dihisab dan mempertanggung jawabkan amal perbuatannya di hari akhir kelak.

Lama berdiskusi, dakwah dari perempuan itu tidak sama sekali membuatku kemudian mempelajari Islam. Namun, obrolan singkat itu setidaknya telah membuka mataku untuk melihat Islam dari perspektif yang berbeda. Sejak saat itu, aku lebih terbuka tentang Islam dan Muslim, Alhamdulillah. 

Lalu, apa yang menjadi titik balik Anda meraih hidayah Islam?

Saat usia 19 tahun, aku dekat dengan seorang lelaki Muslim. Namun karena saat itu aku termasuk penganut Kristen yang taat aku ragu akan memiliki hubungan yang lebih serius bersamanya. Sejak saat itu, aku mulai meneliti Islam untuk mendapatkan jawaban tentang kesamaan antara Islam dan Kristen seperti yang dijelaskan padaku sebelumnya dan apakah hubungan ini layak untuk diperjuangkan. SubhanAllah, sekali saja aku mulai meneliti Islam, aku terbanjiri dengan informasi bahwa Islam adalah agama yang benar sekaligus beberapa pertanyaan ku selama ini tentang konsep Kristen semuanya terjawab. Semakin aku meneliti, semakin aku jatuh cinta pada Islam. Dan setelah selama enam bulan meneliti, aku tidak bisa lagi mengelak dan lari dari kebenaran, aku harus menentukan langkah untuk menerima Islam, kemudian aku menjadi mualaf di negeri non Muslim ini.

Apa latar belakang agama Anda?

Semua keluargaku penganut Kristen. Dari jalur ibuku, mereka Anglican, tapi tidak practicing. Sedangkan dari jalur ayah, aku menganggap mereka lebih religius, sebagai penganut Catholic atau Jehovahs witness. Aku sendiri dibesarkan dengan cara Anglican.

Bagaimana reaksi keluarga dan teman saat mengetahui Anda menjadi mualaf?

Tidak mengherankan lagi, keluarga ku tidak senang dan menentang keputusanku. Bagaimanapun, mereka membebaskan ku karena aku telah dewasa dan matang dengan keputusanku, akhirnya aku pun tidak dilarang untuk menjadi Muslim. Pertama kali menjadi Muslim sangat berat bagiku, terutama ketika aku masih tinggal di rumah orang tua ku. Seiring berjalannya waktu, orang tua ku akhirnya menyadari bahwa aku masih menjadi gadis kecil yang senantiasa menyayangi mereka.

Apakah ada perasaan yang berbeda saat menjadi Muslim?


Alhamdulillah, hidupku sekarang ini lebih memiliki arah dan tujuan.

Apa tantang terbesar menjadi Muslim yang tinggal di kultur ‘Barat’? 

Semua tentang identitas. Sayang sekali, sejak aku menjadi Muslim aku diperlakukan dengan berbeda, masyarakat kini tak lagi melihatku sebagai Australian. Mereka menganggapku seperti orang asing yang harus kembali ke Negara asalku. Mereka menganggapku sebagai orang Arab, yang diasumsikan tidak mendapatkan ruang di negri ini. Padahal aku lahir dan dibesarkan di sini, sebagaimana layaknya Christian Aussie girl. Hal inilah yang menjadi tantangan terbesarku di Australia, tidak lagi disambut dengan baik di negriku tercinta, negri di mana aku berasal dan dibesarkan.

Apakah Anda pernah mengalami kebingunagn saat belajar Islam, karena ada campuran antara kultur Muslim dan ajaran Islam yang asli sesuai Qur’an dan Sunnah?

Iya benar sekali, tapi tidak terlalu banyak ku jumpai di sini, mungkin yang banyak ku dapati adalah seputar pemahaman fiqh, bukan ajaran Islam yang fundamental. Alhamdulillah, syukur senantiasa ku panjatkan pada Allah, karena di awal aku menjadi mualaf aku menemukan al-Qur’an dan Sunnah centre di sini. Di situlah aku belajar Islam dan menjadikannya pondasi cara beragamaku. 

Adakah hal yang ingin Anda bagikan untuk kami yang terlahir Muslim dan mereka yang masih mencari kebenaran?

Untuk Anda yang terlahir Muslim, don’t take Islam for granted, jangan meremehkan Islam begitu saja karena terlahir Muslim. Menjadi Muslim tidak begitu saja memberikan garansi tiket gratis ke Surga. Belajar dan teliti Islam sesuai Qur’an dan Hadits yang sahih. Jangan campurkan antara budaya dan agama, dan jangan merasa tinggi hati dengan nasehat orang lain. Rangkul dan ajak para mualaf, karena mereka seringnya dicampakkan oleh keluarganya, untuk itu mereka perlu dikuatkan.

Bagi mereka yang masih mencari kebenaran, bacalah al-Qur’an dan sejarah Nabi Muhammad (pbuh). Belajar dari berbagai sumber tentang kebesaran al-Qur’an. Minta petunjuk dan bimbingan hanya kepada Allah dengan hati lapang dan tulus, percaya Ia akan mengabulkan dan menuntun siapapun hamba untuk meraih hidayah Islam.


Al Qur'an Quote:

"Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia! Dari apa Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya (Menentukan fase-fase kejadiannya, umurnya, rezekinya, dan nasibnya). Kemudian jalannya Allah mudahkan."

(QS ‘Abasa 17-20)


LihatTutupKomentar