Kunjungi Indonesia, Direktur Organisasi Perempuan Australia Masuk Islam


Traveling ke Indonesia ternyata tak melulu soal menikmati alam, ada beberapa turis Australia yang datang ke Indonesia dengan tujuan awal berlibur justru berakhir dengan mengenal dan masuk Islam. Mereka mendengar adzan, bacaan al Qur'an, dan berinteraksi dengan keseharian Muslim. Begitulah yang dialami oleh Silma Ihram ketika mengunjungi Indonesia pertama kalinya.

Belajar tentang Indonesia Membuatku Masuk Islam


When I became a way, that in 1976, Allah wanted me to become a Muslim. It was a big thing as I didn’t know any Muslim in Australia, it was a foreign religion, I was a dedicated Christian, so I ask Allah for a sign.

Silma Ihram
The Director of Australian Muslim Women Association (AMWA)


Perjumpaanku dengan sister Silma bermula dari penelusuranku via websites. Di beberapa portal berita online, ku dapati ia perempuan berparas white Australian mengenakan hijab. Dialah seorang aktivis perempuan yang aktif menyuarakan hak-hak perempuan dan Muslim di Sydney Australia. Berikut hasil rangkuman wawancara tentang kisahnya menjadi Muslim.

Bagaimana perkenalan Anda dengan Islam bermula?  

Aku mulai mengenal Islam kira-kira saat berada di sekolah menengah dan saat aku menjadi mahasiswa. Aku belajar mata pelajaran bahasa Indonesia dulu saat di sekolah dan sedikit membahas tentang Islam. Tapi bagiku itu bukan sesuatu yang menarik pada saat itu. Walau demikian, aku tahu rukun Islam. Selanjutnya, saat menjadi mahasiswa aku belajar di jurusan South East Asian study. Setelah itu, aku mendapatkan informasi tentang Islam lebih banyak tapi aku belum begitu memerhatikan detailnya. Aku lahir menjadi penganut Kristen saat usia 15 tahun, yaitu ketika aku merasa punya koneksi dengan Tuhan berawal.

Lalu, apa yang menjadi titik balik Anda?

Setelah sebelumnya mengunjungi Indonesia di tahun 1973 sekitar Christmas, aku kembali ke sana. Aku dulu melakukan perjalanan ke Borneo, pulau Jawa, dan Singapore. Saat di Indonesia, aku terkesan dengan nuansa spiritual masyarakat di sana. Itulah yang membuatku ingin kembali mengunjungi Indonesia. Aku dan suamiku kembali ke sana, entah kenapa kami berkunjung ke Jawa Barat dan di situlah semuanya bermula. Di sana, suamiku, pria Irish Catholic, belajar tajimalela, silat. Guru silat suamiku mengajak kami menemui kakaknya karena aku bisa berbahasa Indonesia hasilku belajar di sekolah dan universitas. Saat itu, kami berdiskusi tentang Islam mulai maghrib sampai subuh. Aku Kristen dan mereka semua Muslim. Lalu, mereka membawa kami menemui guru mereka yang lebih paham agama. Dalam perjalanan kami ke sana, kami mendapati ada banyak pesantren. Sesampainya kami di sana, kami duduk dan terus berdiskusi. Alhamdulillah, ternyata Allah memberiku hidayah dibalik perjalanan jauh ku ke Indonesia. Ini sangat mengejutkan bagiku.

Bagaimana tidak, ketika aku berusia 15 tahun, aku baru menjadi pemeluk Kristen setelah sebelumnya aku tidak memeluk ajaran apapun karena orangtua ku tidak percaya Tuhan. Karena itu, bagiku, menjadi pemeluk Kristen adalah pengalaman spiritual yang tak mudah. Inilah yang mengantarkan ku sekarang menjadi Muslim. Menjadi Muslim berarti penyerahan diri kepada Allah. Untuk itu, aku berserah diri hanya pada Allah.

Saat itu di usia 15 tahun, kapanpun aku ingin melakukan suatu urusan, aku selalu berdoa. Aku membaca di Bible, Nabi Daud ‘alaihissalam ketika meminta petunjuk atas suatu urusan, Ia berdoa kepada Allah, sekarang saat menjadi Muslim aku tahu bahwa doa itu disebut shalat istikharah. Sejak saat itu sampai sekarang menjadi Muslim, keteika aku memiliki sebuah urusan, aku selalu berdoa meminta petunjuk dan Allah selalu memberiku. Itulah bagaimana aku membuat keputusan-keputusan dalam hidupku selama ini. 

Di sinilah semua berawal, ketika kembali mengunjungi Indonesia di tahun 1976, ternyata Allah berkehendak menjadikan ku Muslim. Ini sungguh keputusan besar, sedang aku tak kenal Muslim di Australia, saat itu Islam masih asing di sini. Aku dulu termasuk penganut Kristen yang taat, untuk itu aku memohon kepada Allah untuk sebuah petunjuk. Aku berdia, “Allah hambamu ini mengerti jika engkau berkehendak menjadikan hamba Muslim, namun ini sebuah keputusan besar, berilah hamba petunjuk. Hamba sepenuhnya sadar, ketika hamba mengambil keputusan tersebut, hamba tak akan mengubahnya. Hamba selalu mengikuti petunjuk Mu”. Pada momen tersebut, hal yang terlintas di pikiranku adalah seekor lalat yang terbang di sekitar makanan. Aku memohon dalam hati, ya Allah izinkan lah lalat itu meninggalkan makanan tersebut dan buatlah ia hinggap di jari tengah hamba dan merayap ke lengan hamba. Dan, Masha Allah la haula wa la quwwata illa billah, lalat itu terbang spesifik seperti yang aku mohonkan. Lalu, aku mulai menangis dan menangis sambil berdoa dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, “Allah seluruh hidupku akan berubah mulai saat ini, hamba bukan lagi seorang penganut Kristiani, kini hamba seorang Muslim”. Untuk mendapatkan keyakinan penuh, aku berdoa dengan doa yang sama yaitu lalat tersebut terbang meninggalkan makanan hinggap di jari tengah dan merayap lagi ke lenganku. Sehingga peristiwa itu berulang dan Alhamdulillah akhirnya aku mengucapkan shahadah saat itu juga. Itulah bagaimana aku menjadi Muslim. Aku pun selanjutnya belajar sholat dalam waktu satu minggu dan aku bersungguh-sungguh melakukan itu.

Setiap orang memiliki cara dan jalan yang berbeda dalam menerima Islam. Suamiku, misalnya, dia tergolong seorang practicing Christian tapi ia tidak terlalu percaya Tuhan untuk itu tidak loyal terhadap agamanya. Ketika ia mendapatiku menjadi Muslim, itu sangat mengagetkan baginya. Setelah itu ia mulai berdoa dan meneliti dengan membandingkan Bible dan Qur’an selama dua bulan. Teman dan kolega ku mengira ia akan begitu saja menjadi Muslim karena aku menjadi Muslim, namun tidak sesingkat itu.

Lagi, untuk belajar Islam, aku dan suamiku kembali ke Indonesia. Ketika seorang syeikh bertanya padanya, “Apakah kamu percaya bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” “Iya” jawab suamiku. “Dan apakah kamu percaya bahwa Tuhan itu satu?” lagi ia menjawab, “Iya”. Tapi syeikh itu melihat ada keraguan dalam pernyataannya. Syeikh itupun berkata, “Jangan dipaksa” dan ia menangguhkan pertanyaan itu lalu memberinya waktu untuk belajar lagi.  Nama suamiku adalah Dik Richard, syeikh tesebut memanggilnya si Dik, jadilah nama itu Muslim, Sidik. Setelah belajar melalui Bible dan Qur’an, sebenarnya suamiku telah memiliki iman di dalam hatinya. Ia hanya perlu sedikit waktu lagi. Kamipun memberinya kebebasan untuk belajar lebih jauh lagi. Lalu di suatu waktu, suamiku berdoa kembali, ia menjadi sangat emosional dengan bacaan-bacaan yang telah ia teliti. Ia tahu bahwa Allah menyayanginya dan menghendakinya berserah diri kepada Allah. Lalu, ia ingin memilih antara Kristen dan Islam. Dia membuka Bible dan Qur’an untuk kesekian kali dan menemukan kisah Nabi Ibrahim yang disunat di Bible, hal yang sama ia temukan di al-Qur’an. Kemudian ia berakhir pada kesimpulan bahwa al-Qur’an adalah wahyu dari Allah lalu menyadari bahwa Bible itu layaknya the second hand story dan al-Qur’an merupakan wahyu otentik. Singkatnya, suamiku menerima Islam melalui belajar sedangkan aku menerima Islam secara spiritual. Suamiku menjadi Muslim dua bulan setelahku. Saat itu usiaku 23 tahun.   

Momen itu terjadi di Bandung. Ketika aku berikrar shahadah, kami bertemu dengan Bapak Barkudin, ia seorang Muslim yang baik, ialah yang mengajari kami ajaran-ajara dasar Islam, seperti cara sholat. Kami juga sempat belajar program short course di masjid Salman, ITB. Bapak Barkudin seorang yang saleh, ia layak mendapatkan pahala atas kami, beliau mengajari kami banyak hal tentang Islam. Ia pernah belajar di Makkah dan memiliki banyak buku, iapun banyak menasehati kami. Dari beliaulah kami belajar Islam, Masha Allah, Alhamdulillah.

Bagaimana reaksi orangtua mengetahui Anda menjadi Muslim?


Saat itu kondisi yang sulit, menurutku. Ayahku sulit menerimaku mengenakan hijab bahkan ia merasa malu. Hal itu dikarenakan pada sekitar tahun 70 an, tidak ada muslimah yang mengenakan hijab di sini. Tentu aku bisa memahami masalah ini. Saat itu, muslimah di sini mengenakan hijab hanya pada saat-saat tertentu saja, dan hijab belum digunakan dengan semestinya. Lalu, di tahun 1977, Alhamdulillah banyak Lebanese yang berdatangan ke Australia dan mereka mulai menjual berbagai jenis kerudung. Setelah menjadi Muslim, aku mulai mengonsumsi makanan halal. Tapi memang ku sadari kini, saat awal berislam, aku sedikit keras kepada orangtua ku karena tak mau makan dari piring yang sama dengan mereka dan hal semacamnya. Untuk itu, hal yang menjadi fokusku sekarang ini ketika berbicara dengan para mualaf yaitu menjadi seorang Muslim adalah sebuah perjalanan. Hal yang terpenting adalah mengenal bahwa Allah itu Esa dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, lalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengikuti ajaran-ajaran Islam. Ketika baru saja menjadi Muslim, aku berusaha untuk setidaknya shalat di satu waktu setiap harinya, dan itu sebuah pencapaian, Alhamdulillah. aku saat itu masih belajar, dan itu tak mudah ketika orang di sekelilingmu adalah non muslim.

Berikrar shahadah adalah keputusan besar, itulah batas pembeda antara Muslim dan non Muslim. Setelah itu adalah perjalanan panjang, beberapa di antara kami mungkin memerlukan waktu lebih untuk mendapatkan ilmu. Aku saat ini sedang belajar bahasa Arab, setelah selama 40 tahun menjadi muslim dan sekarang bisa menjalankan sholat lima waktu, Alhamdulillah. Untuk itu, aku selalu menasehati rekan-rekan mualaf lain tentang pentingnya sholat lima waktu. Jika mereka belum mampu, aku tak kemudian mengatakan bahwa mereka orang-orang yang buruk, karena hal itu perkara antara mereka dan Allah sejauh mana mereka bisa belajar.

Apakah Anda mengalami kebingungan saat mengenal Islam, yaitu ketika ada percampuran antara budaya dan ajaran agama?

Benar sekali. Banyak Muslim dulu sering mengatkan ini dan itu yang kini ku dapati bukan bagian dari ajaran Islam. Tidak sedikit Muslim yang terlanjur percaya pada kultur budaya mereka dan menganggap itu bagian dari Islam, padahal bisa jadi tidak demikian. Beberapa juga makan daging yang tidak diperoleh dari toko daging bersertifikat halal, seperti ayam dan daging sapi. Bagi mereka mengucapkan basmalah sudah cukup.

Seperti itulah yang aku temui. Ada banyak teori dan praktik yang aku kaji kembali kebenarannya sehingga kini aku mulai perlahan mengubah caraku berislam. Oleh sebab itu, hal ini masih menjadi kesulitan tersendiri bagi para mualaf. Khususnya, beberapa kasus yang aku tangani mengenai perempuan mualaf, mereka masih rentan dalam belajar Islam. Beberapa di antara mereka mengenal Islam karena teman laki-laki. Tak jarang teman laki-laki tersebut mengajarkan praktik Islam yang lekat dengan unsur budaya dari negara mereka berasal. Seringnya hal-hal semacam ini membuat para mualaf tersebut bingung, Islam yang mereka terima dan yang mereka lihat terasa berbeda.

Apa latar belakang agama keluarga Anda?

Kedua orangtuaku tak percaya Tuhan. Ayahku mengklaim dirinya penganut Kristiani. Namun, definisi menjadi penganut Kristiani adalah bersikap baik kepada tetangga dan keluarga. Aku sering berdiskusi dengan ayah tentang agama yang ia anut dan sering pula mengkritisi karena ia bukan penganut Kristen yang taat, karena dia tak pernah berdoa. Ayahku berasumsi jika dia berdoa, hal itu hanya akan menunjukkan kelemahannya. Mungkin kondisi tersebut ada hubungannya dengan nenekku yang meninggal ketika aku baru saja lahir. Sejauh yang ku tahu, nenekku adalah penganut Kristen yang taat. Bisa saja ada hal yang terjadi antara ayah dan nenenkku sehingga membuatnya menolok Kristen. Sedangkan, ibuku juga demikian, ia tidak percaya adanya Tuhan. Sebenarnya, ia tergerak hatinya ingin mempercayai Tuhan, hanya saja ia belum begitu yakin. Mungkin juga karena penyampaianku tentang Islam kepadanya kurang bagus. Dulu ibuku pernah belajar bahasa Arab dan juga bahasa Indonesia, namun pada akhirnya ia tetap belum percaya pada Tuhan. Itu membuatku sedih.

Apa tantang terberat menjadi mualaf di kultur barat pada masa itu?


Pada sekitar tahun 1970 an, hal tersulit adalah mendapatkan informasi tentang Islam dan saat itu Islam belum diterima seperti saat ini. Beberapa imigran dari Negara-negara Muslim banyak diantaranya yang tidak menjadi ‘Muslim ambassador’ yang baik. Hal itu terjadi sekitar penetapan ‘Australian white policy’. Misalnya, di awal aku menjadi Muslim, aku suka sekali mengucapkan salam ke siapa saja yang ku temui berhijab, tapi beberapa tidak menyambutnya dengan baik. Ada artikel menarik yang ditulis seorang gadis yang mengisahkan sunyinya menjadi seorang mualaf yaitu ketika ia harus menjalankan Ramadhan dan Idul Fitri. Alhamdulillah, saat itu aku punya suami yang sama-sama belajar berislam. Kami bergabung dengan Perkumpulan Pelajar Muslim, dan alhamdulillah dari situ kami banyak berkenala dengan teman-teman sehingga kami bertemu dengan beberapa mualaf lain dan akhirnya mendirikan komunitas sendiri. 

Apa makna menjadi Muslim bagi Anda?

Tidak ada satu hal kecilpun dalam hidupku yang tidak tersentuh oleh Islam. Semua hal dijelaskan detail. Bagaimana aku mendidik anak-anakku, kehidupanku, matiku, pekerjaanku, seluruh aspek kehidupan ini ada panduannya dalam Islam. Itulah alasannya di setiap sholat kita, kita selalu mengucapkan ihdinassiratol mustaqiim, karena sirot itu adalah jalan hidup kita. Maka, Islam adalah segalanya bagiku. Tak ada satu hal pun yang lebih nikmat selain berada di ‘perahu kaum Muslim’.

Adakah nasehat yang ingin Anda sampaikan kepada mereka yang masih mencari kebenaran?


Siapapun anda yang masih mencari kebenaran, hal pertama yang harus dilakukan adalah berdoa. Jika Anda berdoa dengan tulus ikhlas menyerahkan diri Anda, Allah akan membimbing Anda. Anda harus mendengar kata hati Anda, menundukkan diri, dan menyadari bahwa Anda tidak punya ilmu dan kemampuan untuk mengontrol hidup ini. Apapun yang terjadi pada hidup ini adalah anugerah dari Allah. Pasrahkan segala urusan, rendahkan hati Anda, dengan begitu Anda akan memiliki kesempatan untuk mengetahui apakah karena Allah atau diri Anda pribadi segala sesuatu yang ada dalam hidup ini terjadi. Jika Anda tidak mampu atas semua ini, berarti adalah kekuatan lain yang mengizinkan, yaitu Allah. Untuk itu, Anda harus mencari tahu siapa itu Allah. Jika Anda menyadari hal itu, berdolah dalam hati, Allah jika engkau ada, maka bimbinglah diri ini menuju jalan Mu. Jika Anda ikhlas dan berserah diri, in sha Allah Allah akan membimbing Anda. Ketika Allah membimbingmu, tunduk dan ikutilah. Semua itu langkah yang telah aku lakukan, ini keputusan besar, dan aku sampai sekarang tak pernah sekalipun menyesalinya, alhamdulillah, alhamdulillah.

Adakah Anda memiliki nasehat kepada mereka yang terlahir Muslim?


Hal yang sama. Keislaman Anda adalah anugerah Allah yang luar biasa. Tidak ada satu halpun dalam hidup ini yang tidak ada jawabannya dalam Islam. Untuk Anda yang terlahir Muslim, kamu memiliki perhiasan yang tersimpan dalam almari. Semakin Anda memahami perhiasan tersebut, Anda akan semakin dekat dengan Allah. Untuk kami yang mualaf, ketika kami mengenal Islam itulah harta paling berharga yang pernah kami temukan. Dan mereka yang terlahir Muslim, mereka memiliki perhiasan itu sejak awal, namun sayangnya, belum sering dikenakan. Perhiasan yang sangat luar biasa cantik dan mahal itu masih tersimpan rapi dalam almari dan bahkan belum dibuka dari kotaknya, karena itu Anda tidak tahu betapa cantik dan mahalnya perhiasan itu. Nasehatku, buka dan kenakanlah perhiasan itu. Mari sama-sama belajar.



LihatTutupKomentar