Letak georgafis Indonesia-Australia yang berdekatan telah membuat banyak imigran Indonesia berhijrah ke negeri kangguru ini, terutama Sydney. Di tempat saya tinggal, dengan mudah dijumpai beberapa muslim Indonesia di daerah Kingsford, Kensington, dan Randwick. Namun, sebagian besar muslim Indonesia tinggal di kawasan muslim Sydney seperti Lakemba, Bankstown, dan Punchbowl. Migrasi ini juga tak lepas dari peran Muslim Makassar yang awalnya menemukan benua Australia. Setelah itu, penjajahan Indonesia di tahun 1940 an memberi kontribusi rasa tidak aman.
Migrasi, peristiwa ini kental sekali dengan perintah
Allah kepada Nabi Muhammad dan kaum muhajirin untuk berhijrah dari Makkah ke
Madinah, The City. Dapat disimpulkan
bahwa konsep hijrah memiliki pesan mencari kehidupan dan lingkungan hidup baru
yang lebih baik. Kurang lebih seperti itulah cita-cita dan harapan muslim
Indonesia bermigrasi ke ‘tanah subur’ Australia.
Tentu, sebagai muslim, pilihan berhijrah ke negeri
asing memiliki tantangan tersendiri, western
lifestyle. Tidak dapat dipungkiri, ada sebagian dari mereka yang trampil
dan bijak dalam menjawab tantangan tersebut, namun ada juga yang ambil cara
aman dengan mengikuti arus yang ada. Atas fenomena tersebut, kebutuhan terhadap
sebuah komunitas dirasa perlu.
CIDE
Center for Islamic Dakwah and Education, atau lebih
dikenal dengan sebutan CIDE mampu menjadi pioneer. “CIDE adalah satu-satunya
organisasi muslim Indonesia di Australia,” terang Ichsan Akbar, presiden CIDE
periode 2015-2018. Berdiri sekitar tahun 1985, organisasi ini dahulu bernama
LDPAI (Lembaga Dakwah Pendidikan Agama Islam) yang dahulunya dibawah naungan
KJRI.
Ichsan, yang telah berhijrah ke Syndey sejak …. juga
menjelaskan bahwa kebutuhan tempat guna terselenggaranya aktifitas
keorganisasian sangat fundamental. Dahulunya, aktifitas muslim Indonesia dilakukan
di masjid milik komunitas Malaysia (masjid Zetland). Maka, para pengurus
berinisiatif melakukan penggalangan dana membeli bangunan gereja Katolik yang
tidak terpakai.
Alhamdulillah, bangunan itu pun terbeli dengan dana gotong royong
yang diusahakan oleh komunitas muslim Indonesia di Sydney. Masjid ini berlokasi
di daerah Sydney suburb Tempe dan diberi
nama Al-Hijrah Mosque. Mungkin penamaan tersebut sesuai dengan visi dan misi
para pendirinya, ingin berhijrah di jalan Allah, in sha Allah. Fisik interior bangunan pun disesuaikan dengan
layaknya sebuah masjid, ditambah mihrab. Altar yang identik dengan bangunan
gereja pun dirubah menjadi kantor kesekretariatan. Tampak luar, bangunan asli
gereja masih sangat nampak tak ada menara pun kubah.
Mendirikan masjid dari cara membeli bangunan bekas gereja
relatif lebih mudah dalam mengurus perizinan. Karena awal izin bangunan adalah
tempat ibadah (katolik), proses konversi menjadi sebuah masjid tidak mendapati
kendala yang signifikan, tremasuk penolakan warga sekitar. “Selain faktor
tersebut, memang pada dasarnya masyarakat lokal tidak begitu peduli terhadap
agama,” terang Ichsan, ayah dari anak bernama Hamzah.
Apa
saja aktivitas di CIDE?
Di setiap minggunya, dilaksanakan pengajian rutin
tetang Islamic Studies dan Bahasa Arab. Ada juga Tahfidz Class untuk ikhwan dan
akhwat yang dibina oleh Ustadz Thoriq Jamil, alumnus Al-Azhar University Kairo,
Mesir. Selain itu, di setiap Sabtu pagi-siang, berkumpul lah anak-anak usia
sekolah dasar dan menengah untuk belajar Iqra’ dan al-Qur’an, Kids Qur’an Class
dan aktifitas keagamaan lainnya. Untuk Kids Qur’an Class, bahasa pengantar
menggunakan bahasa Inggris karena bagi mayoritas anak-anak, bahasa Inggris
adalah bahasa ibu.
Peristiwa
Hijrah
Berbicara tentang hijrah, saya teringat hadits Nabi
yang meceritakan tentang hijrahnya seorang sahabat bersama Rasulullah karena
wanita. Ya, hadits ini muncul jika mengulas tentang niat. Untuk apa kita
beramal? Nilai amal manusia ada berdasarkan apa yang ia niatkan. Dari Umar bin
Khathab bahwa Rasulullah bersabda:
Darling Street, Kensington
December 2, 2015