Gadis Kulit Putih Australia Masuk Islam di Usia 15 Tahun


Apakah Anda salah satu diantara mereka yang terlahir Muslim? Jika jawabannya iya, lalu apakah yang Anda lakukan ketika berusia 15 tahun, usia sekitar SMP? Apakah Anda memikirkan keislaman Anda atau mencoba meningkatkan keimanan Anda? Jangan-jangan kita yang terlahir Muslim tak jauh lebih baik dari mereka yang belum masuk Islam.

Berikut kisah perjalanan seorang warga negara Australia yang masuk Islam pada usia yang tergolong masih belia, yaitu usia 15 tahun.

Perjalanan Mengenal Islam Pertama Kali



‘Over time I started to make bit of a sense between Islam and
Christianity. But I have a disease in my heart, pride
and arrogant…I really have to be honest to myself
and think to accept Islam because it gives

some logical senses to me.’

Perjumpaan ku dengan saudariku ini terjadi tanpa disengaja. She is the very first revert I met at uni. Sebagai mahasiswa baru, aku berusaha melibatkan diri dengan beberapa aktifitas keagamaan di bawah Arc kampus, ya sekadar untuk menanggulangi shock culture, memperluas jaringan atau mempraktikkan Bahasa Inggris. 
Masuk ke dalam ruangan ia mengenakan niqab. Karena forum yang terbatas untuk perempuan, ia membuka niqab tersebut. Ku dapati dia white person, langsung saja instinct ini bekerja, rasa-rasanya kecil kemungkinan jika ia born muslim.

Ketika forum usai, rasa penasaranku tak bisa ku biarkan. Ku coba konfirmasi. Terkaanku benar, she is a revert. Beginilah kisahnya.

Bagaimana kisah titik balik perjalananmu menuju Islam?

Suatu hal yang membuatku tertarik pada Islam adalah konsep tauhid (oneness of God). Background keluargaku adalah setengah Equador dan Argentinia. Aku lahir di Australia. Aku anak sulung di keluargaku. Aku memiliki adik laki-laki dan perempuan. Saat itu, usiaku 15 tahun ketika pertama kali mengenal Islam dan Muslim secara umum.

Pada akhir kelas sembilan dan sepuluh, itulah periode saat aku mulai perjalanan mengenal dan meneliti Islam. Tidak secara aktif mencari, tapi itu semua datang melalui teman adik perempuanku. 

Suatu hari, adikku mengenalkan ku pada teman Muslim nya. Usianya 14 tahun saat itu, satu tahun lebih muda dari usiaku. Pada awalnya, topik tentang agama tidak pernah muncul dalam pertemanan kami, sebagai teenagerpembahasan kami cenderung tentang teman laki-laki, penampilan, pertemanan, dan sejenisnya.

Lama berkawan, kami pun mengetahui satu sama lain dengan baik. Lalu, kami pun berdiskusi tentang topik yang lebih serius seperti kepribadian, keluarga, masa depan, dan agama. Tanpa disadari, pembahasan soal agama lebih mendominasi dalam diskusi kami. Dan di situ aku tersadar bahwa kami meyakini kepercayaan yang berbeda.

Bagaimana Kepercayaanmu Sebelum Masuk Islam?


“Prior to Islam I was Pantecostal Christian. The basic core of Pantecostal is a belief in trinity—believe in the Father, the Son, and the holy spirit. Those three elements make up God. And another core is also believing that Jesus is God and he died in the cross for everybody’s sin.”

Aku akui, aku tidak terlalu religius tapi beberapa waktu aku terlibat pada aktifitas kepemudaan gereja dan aku pergi ke gereja pada hari Minggu.

Well, kami berbagi tentang keyakinan kami. Aku bercerita tentang konsep trinitas dan lain-lain. Namun, saat kawanku menjeaskan tentang konsep tauhid—ia percaya pada Allah, shalat lima waktu setiap hari, surga neraka, aku mendengarkannya dengan seksama dan merasa tertarik.

Aku selalu ingat ketika kawanku menjelaskan arti Allah yang bermakna Tuhan dalam Bahasa Arab dan cara ia menyebut nama ‘Allah’, ada perasaan lain di hatiku. Walau kawanku itu menjelaskan arti Allah adalah Tuhan, aku meyakininya sebagai Tuhan yang dipercayai oleh orang-orang Middle Eastern, yang berbeda dari apa yang selama ini aku yakini.

Kini, topik agama menjadi fokusku. Kami pun terus berbagi tentang keyakinan kami, inilah yang memaksaku belajar lebih mendalam tentang Kristen. Sebenarnya aku tak sanggup menjawab beberapa pertanyaaku sendiri sehingga aku harus belajar. Lalu, aku belajar perbandingan agama, aku sangat tertarik dengan debat. Aku suka belajar melalui debat, ini sangat menarik. Setiap debater memberikan pandangan terbaik masing-masing pihak. Saya sering menonton video debat Syeikh Ahmad Deedat, beliau sangat fasih berbicara tentang Kristen dan Bibel. Aku sangat kagum tapi di sisi lain aku takut, hatiku tergoncang. Namun demikian aku bersyukur beliau memberikan banyak manfaat untukku, in sha Allah.

Lambat laun, aku memahami antara Islam dan Kristen. Namun, ada penyakit di hatiku, rasa bangga dan sombong. Aku harus kembali menyadarkan diriku untuk tidak sombong. Pada mulanya, aku tak mau mengakui bahwa agamaku salah, itu sungguh membutuhkan waktu lama untuk menerimanya. Aku harus benar-benar jujur pada diriku untuk selanjutnya menerima Islam karena agama ini logis.

Lalu, aku sampaikan kepada temanku tentang ketertarikanku mempelajari Islam. Dia kemudian memberiku banyak buku dan selebaran untuk ku bawa pulang.

Apa yang Membuat Islam Berbeda dari Kepercayaanmu Sebelumnya?


Satu hal yang menjadi fokusku tentang perbedaan antara Islam dan Kristen adalah konsep keesaan Tuhan. Hal ini sangat mengguncang kepercayaanku. Ini jelas mematahkan konsep trinitas. Kristen percaya bahwa Tuhan itu satu namun memiliki tiga elemen yang membuatnya satu. Di sisi lain, Islam percaya bahwa Tuhan (Allah) adalah pencipta segala sesuatu, Maha Kuasa, Maha Mengetahui—yang paling penting Tuhan tidak seperti ciptaannya.

Dengan demikian, konsep itu dapat dipahami bahwa Tuhan tidak dibatasi dengan dua hal. Pertama, Dia tidak dibatasi dengan batasan duniawi seperti waktu. Seharusnya, Dia tidak terbatas oleh waktu karena Tuhan itu abadi. Kedua, Tuhan tidak memiliki karakter manusia. Contohnya, Dia tidak perlu tidur, makan, dan tidak memiliki hawa nafsu. Ketika aku mempelajari konsep Tuhan dalam Islam melalui website dan sumber lain, ku dapati bahwa mereferensikan Yesus sebagai Tuhan adalah secara langsung kontradiktif dengan konsep karakter Tuhan itu sendiri.

Contohnya, Tuhan menjadi bentuk manusia, seperti Yesus yang turun ke bumi, hal ini mengindikasikan bahwa Yesus memiliki karakter manusia. Yesus perlu tidur, makan, dan melakukan pekerjaan yang dilakukan manusia. Ini sangat kontradiktif. Jelas Tuhan tidak bisa memiliki karakter yang sama di satu waktu. Sekali Tuhan menjadi manusia, itu berarti Tuhan tak lagi abadi.

Aku masih ingat sekali bahwa konsep ketauhidan inilah yang sangat mengguncang diriku karena aku masih mempercayai konsep sebelumnya yang aku pikir benar. Alhamdulillah kini justru konsep tauhid ini yang paling meyakinkanku pada Islam tapi sekaligus konsep yang dulu aku sangat perjuangkan.

Aku teringat saat malam-malam kurang tidur dan menangis karena merasa bingung dan terguncang. Aku berdoa kepada siapapun Tuhan di manapun berada agar menuntunku. Dan ungkapan rasa syukurku tak berhenti sejak saat itu. Ketika kamu dengan ikhlas memohon dan dengan hati yang tulus menginginkan sesuatu, in sha Allah Allah akan memberikan hidayah dan menuntun mu ke jalan yang benar. Subhanallah, satu hal yang benar-benar menarik ku menjadi musim adalah konsep tauhid. Ini dulu sungguh sangat berarti bagiku. Alhamdulillah, aku menjadi Muslim saat berusia 15 tahun.

Apakah hak mu terpenuhi berada di tengah Masyarakat Australia?

Masih ada beberapa diskriminasi terhadap Muslim di sini, apalagi bagi perempuan Muslim.

Bagaimana kamu dulu melihat perempuan Muslim?

Seperti yang telah ku sampaikan tadi, bahwa perkenalan ku dengan muslim baru berawal dengan teman adik perempuan ku. Pembahasan tentang agama tidak terlalu menjadi fokusku saat itu. Aku lebih banyak tertarik dengan topik pertemanan di usiaku. Saat aku secara tidak sengaja bertemu atau melihat perempuan Muslim mengenakan hijab di Australia, aku selalu berpikir bahwa mereka melakukan itu atas paksaan suami atau orang tua mereka, dan itu aneh bagiku.


LihatTutupKomentar