Rebo Wekasan, Hari Sial?

Akhir akhir ini beredar postingan amalan Rebo Wekasan. Terdiri dari bacaan surat dengan jumlah tertentu. Dalam hal ini apakah amalan tersebut otentik dari Syariat Islam? Melihat namanya saja sudah tak lekat dengan Islam, namun lebih dekat pada tradisi. Mereka yg meyakini Rebo Wekasan percaya bahwa hari Rabu terakhir (wekasan/pungkasan) di bulan Shafar merupakan hari sial..hihi agak konservatif, maka perlu dilakukan ritual tolak balak, yang jelas saja ritualnya tak termaktub dalam Quran maupun Hadits.
__

Rebo wekasan jawa Islam


Ketika diberi nasehat untuk tidak mengamalkan ritual, seringnya akan berspekulasi dg pernyataan berikut: “Lho ibadah masak ngga boleh?!” “Baca baca surat Quran masak dilarang?!” “Yang salah itu yang ngga ibadah!” dan seterusnya dan seterusnya.
Saudaraku, kaedah fiqih yang masyhur adalah sebagai berikut
1. Asal hukum IBADAH adalah HARAM sampai datang dalil yg memerintahkannya. Jadi mari cek dulu apakah ada dalil (Quran, Hadits) tentang perintah Rebo Wekasan. Coba datangkan dalilnya dulu.
2. Asal hukum MUAMALAH adalah BOLEH sampai datang dalil yang mengharamkannya. Contohnya, penggunaan HP itu boleh apalagi untuk posting nasehat..hihi
Maka, jika suatu ibadah tidak ada perintahnya lalu untuk apa capek capek mengamalkan?! Tak perlu jumud dengan berstatement “rajin ibadah”. Lah ibadah yg jelas perintahnya dalam Quran dan Hadits saja ada buanyak, misalnya shalat wajib beserta 12 rawatib, shalat dhuha 4 rakaat, tahajud 11 rakaat, baca Quran khatam per 3 hari, puasa senin kamis, puasa ayamul bidh, dll kesemuanya itu jika mampu secara istiqomah diamalkan, Masyaa Allah luar biasa sibuknya kita.

Yuuk sama sama belajar lebih teliti, karena prinsip suatu ibadah diterimaitu ada dua kunci utama:
1. Ikhlas karena Allah (Lillah) sumbernya Quran
2. Muttaba'ah (caranya mengikuti cara Nabi) sumbernya Hadits
Jika saja dalam menulis artikel ilmiah (skripsi, jurnal) kita sangat hati hati memilih referensi, kenapa tidak kita terapkan dalam beragama? Jika saja beli MacBook kita ingin yang Ori, kenapa tidak kitavterapkan dalam beragama? Jangan asal kata bapakku kata ibuku kata kiyaiku kata kelompokku, karena sejatinya diri kita sendoro yang akan bertanggungjawab atas amal kita. Semoga berkenan.


LihatTutupKomentar