Mendidik Generasi Ala Nabi

        Berbicara mendidik generasi, hal utama yang menjadi sorotan adalah bagaimana orang tua menjalankan perannya dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Banyak orang tua Muslim tak pernah belajar bagaimana mendidik anak sesuai syariat. Pada akhirnya, orang tua hanya menjadi orang tua karena ia terlanjur memiliki anak, sehingga hubungannya dengan anak sekadar menjadi seseorang yang umurnya lebih tua dari anaknya. Untuk itu, ada dua hal utama yang harus menjadi perhatian bagi para orang tua Muslim dalam mendidik generasi, yaitu mengokohkan pendidikan sejak dini dan menyadari tujuan mendidik generasi Muslim.

Buku yang mengulas tentang cara mendidik anak ala Nabi
available at @goodwords.book

Pendidikan Sejak Dini

        Apa itu pendidikan sejak dini dan konkretnya bagaimana itu mendidik generasi sejak usia dini? Laki-laki Muslim sebagai calon imam yang akan memimpin rumah tangga sejatinya harus memulai langkah mempersiapkan generasi Muslim yang hebat dengan cara selektif memilih istri. Istri yang dipilih ialah dia yang sesuai syariat sehingga ketika memiliki anak nantinya bisa dengan mudah dididik berdasarkan syariat Islam. Begitupun Muslimah, ia juga harus memilih suami yang shaleh. Karena bibit yang baik akan menghasilkan generasi yang shaleh pula. 

        Selanjutnya, setelah mendapatkan istri yang seiman, hal penting dalam melakukan hubungan halal adalah mendahuluinya dengan doa, meminta perlindungan Allah agar diberi keberkahan dan anak nantinya dilindungi dari godaan setan. ‘Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau anugerahkan kepada kami,” lalu dari keduanya lahir anak, setan tidak akan dapat menggannggunya selamanya (Mutafaqqun ‘Alaih). Agaknya, proses berdoa ini tidak boleh diremehkan oleh Muslim karena berapa banyak generasi Muslim terlahir sempurna yang akhirnya tergelincir oleh tipu daya setan. Disinilah doa sebelum berhubungan menjadi penting dan doa itu merupakan proses awal bagaimana orang tua mendidik anak itu sejatinya berlangsung. Doa orang tua pun dilanjutkan saat anak masih berupa nuthfah, saat janin dalam kandungan ibu.

        Saat dilahirkan, seorang bayi akan diganggu oleh setan. Dari Abu Hurairah bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorang pun dari anak keturunan Adam yang baru dilahirkan kecuali setan menyentuhnya sampai ia menangis karena sentuhan setan itu, kecuali Maryam dan putranya (Isa).” Kemudian Abu Hurairah menyarankan untuk membaca doa berikut, “Dan aku memohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan yang terkutuk.” (Ali Imran: 36). Mengenai hal ini, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan hikmah diserukannya adzan di telinga bayi saat lahir, yakni agar suara yang didengar bayi pertama kali adalah suara adzan.

        Proses selanjutnya ketika anak terlahir adalah memberi nama yang baik. What’s in a name? begitu kalimat populer berkata, apa arti sebuah nama? Bagi seorang Muslim, pemberian nama menjadi hal utama dan penting. Untuk itu, nama-nama yang baik perlu diberikan kepada anak-anak kita. Diantara nama yang paling disenangi Allah adalah nama yang mengandung penghambaan kepada Allah, seperti Abdullah dan Abdurrahman yang berarti hamba Allah. Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, “Sungguh, nama seseorang di antara kalian yang paling disenangi oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Muslim)

        Kita dapati dewasa ini, banyak anak-anak Muslim yang dinamai dengan nama-nama yang tidak berasosiasi dengan Islam, bahkan tak jarang ditemui anak-anak Muslim memiliki nama-nama pubic figure Barat yang jika diverifikasi penamaan tersebut ternyata tanpa makna, lebih mengedepankan popularitas. Hal ini terjadi biasanya karena orang tua si anak sekadar senang dengan pemain film A dan B, sebuah ironi. Satu hal penting yang tidak boleh dilakukan orang tua dalam penamaan anak adalah menamai anak-anak dengan nama yang buruk atau terlarang, karena nama akan mempengaruhi karakter anak dalam kehidupannya. Inilah salah satu faktor yang mempengaruhi terbentunya generasi Muslim. 

Tujuan Mendidik Generasi

        Mendidik anak yang kemudian akan menjadi generasi Muslim militan bukanlah perkara mudah. Orang tua perlu menyadari bahwa tujuan ia berumah tangga salah satunya adalah mencetak generasi Muslim. Lagi-lagi yang perlu dilakukan oleh para orang tua tertulis jelas dalam surat at-Tahrim: 6 yakni, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…”

        Ayat ini jelas sekali memaparkan bahwa tujuan seseorang berumah tangga adalah menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka. Sungguh fatal, ketika banyak orang tua di luar sana, berjibaku mencari nafkah siang malam untuk memenuhi kebutuhan perut namun sama sekali tidak mendidik istri dan anak-anaknya sesuai syariat. Jika hidup ini sekadar mencari makan, ayam dan burung pun pergi pagi dan pulang sore untuk mencari makan. Jadi, orientasi hidup orang tua Muslim bukanlah semata mencari sandang, papan, dan pangan, namun mendidik dirinya dan keluarganya agar selamat dari api neraka. Begitulah al-Qur’an mengajarkan kita.

Langkah penting dalam memiliki anak sholeh adalah memilih istri yang baik
Available at @goodwords.book

        Hal lain, kita dapati bahwa ketika pasangan suami-istri baru dianugerahi seorang anak, doa-doa terlantun hebat “semoga anakku kelak menjadi anak shalih shalihah”. Namun pada realitasnya, ketika dewasa, sang anak di sekolahkan di sekolah-sekolah yang mengajarkan minim pendidikan agama sehingga anak-anak Muslim tak jarang yang memiliki pemikiran menyimpang. Pula, tak jarang kita dapati, anak-anak Muslim tidak bisa membaca al-Quran dengan baik dan benar walaupun katanya ia pergi sekolah. Dan tak mengherankan, anak-anak berakhlak baik di sekolah, tapi tidak pada ayah ibunya di rumah. Sejatinya, ada yang perlu di perbaiki dengan sistem pendidikan kita. Untuk itu, orang tua pun harus selektif memilih sekolah bagi anak, prioritaskan sekolah yang mengajarkan al-Quran. Namun begitu, orang tua zaman ini masih berharap putera-puterinya bisa shalih dan shalihah lalu masuk surga. 

        Selanjutnya, orang tua pun harus mengamati masa pubertas anak. Hal yang krusial dewasa ini terjadi pada generasi Muslim adalah hilangnya rasa malu. Banyak perempuan Muslim berpakaian minim karena hilang rasa malu, pun banyak lelaki Muslim berjalan berduaan dengan perempuan non-mahram di depan public juga karena hilangya rasa malu. Padahal, dalam Islam rasa malu menjadi indikator penting bagi perkembangan generasi. Jika rasa malu sudah timbul, hal ini bermakna bahwa anak telah bisa membedakan hal baik dan buruk. Dalam fase ini, orang tua harus memperketat pengawasan terjadap anak, terlebih kepada teman-temannya yang berperangai buruk. Memiliki rasa malu merupakan bentuk dari petunjuk Allah kepada anak-anak kita yang bermakna anak kita memiliki akhlak baik dan hati yang jernih. Dalam sebuah hadis, dikatakan Rasulullah bersabda, “Iman memiliki enam puluh lebih cabang dan malu adalah salah satu cabang Iman.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud). Atas mulianya sifat tersebut, sebaiknya setiap generasi Muslim memelihara rasa malu dari peragai yang tidak baik.

        Pendidikan dan pengajaran yang baik merupakan hadiah terindah orang tua bagi anak-anaknya. Untuk itu, orang tua perlu berusaha dan ikhlas mendidik anak, karena pahala mendidik anak nilainya leih baik dari dunia dan seisinya. Kunci Pendidikan ala Nabi adalah membuat generasi yang taat syariat. Di dalam surat An-Nur: 54 dituliskan, “… Dan jika kamu taat kepada Allah, niscaya kamu akan mendapat petunjuk.” Dengan demikian, jika saja, anak-anak sudah taat syariat, karakter mereka akan kokoh sehingga akan menjadi generasi Muslim yang siap memimpin keluarga, bangsa, dan agama.


LihatTutupKomentar